Ulin Bareng Komunitas Trail Adventure Musingin, Jajal Rute Pameungpeuk-Gelar Alam, Belah Malam di Belantara Gunung Halimun

 

newsukabumi-Ada 17 motor trail berjajar rapi di halaman rumah Bencong di Kampung Pameungpeuk RT 03 RW 01 Desa Cihamerang Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi pada Sabtu pagi, 5 Oktober 2024. Belasan motor itu bukanlah milik Bencong yang hendak dilego, tapi kepunyaan para anggota Musingin, sebuah komunitas trail adventure yang aktif menjelajah alam Kabupaten Sukabumi.

Rumah Bencong menjadi tempat transit sekaligus start para baraya –sebutan buat anggota- Musingin, sebelum mereka melakukan petualangan mencekam dan mendebarkan melewati hutan Gunung Halimun menuju Kampung Adat Gelar Alam di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok.

Di kampung adat tersebut upacara Seren Taun akan digelar pada hari Ahad, 6 Oktober 2024. Peristiwa tahunan ini menjadi momentum bagi para baraya Musingin untuk menjajal perjalanan adventure yang memacu penuh adrenalin dan menggerus stamina melalui jalur tak lazim.

Cuaca pagi di Kampung Pameungpeuk yang berada di kaki Gunung Halimun itu sebenarnya tidak terlalu cerah. Udara terasa lebih dingin dari biasanya imbas hujan deras yang turun semalaman. Hujan juga telah menggagalkan rencana mereka yang tadinya akan memulai perjalanan pada Jumat sore, 4 Oktober 2024.

Dan Sabtu pagi pukul 08.00 itu semua baraya telah siap dan berkemas. Mereka akan memulai perjalanan sejauh 25 kilometer menuju Gelar Alam. Meski jarak tempuhnya pendek, tapi rute jalan yang akan dilewati bukanlah kaleng-kaleng. Di sepanjang perjalanan, mereka akan menerobos gelap dan dinginnya hutan Taman Nasional Gunung Halimun.

Dari rumah Bencong, ke-17 pemotor termasuk dua orang montir dengan dipimpin Gunar dan Edo mulai menggeber motor trailnya. Gunar dan Edo merupakan anggota Musingin yang pernal menjajal kejamnya rute Pameungpeuk-Gelar Alam ini.

Kebun sayur mayur milik warga menjadi pemandangan pertama yang dilewati rombongan. Lalu perjalanan mulai disuguhi rute serius yakni tanjakan terjal yang seakan tak berujung di tengah hutan pinus di belantara hutan, sejauh kurang lebih dua kilometer.

Usai melumat tanjakan terjal, rombongan mulai menapaki tantangan sesungguhnya: sebuah jalan tanah kecil, sempit dan berlumpur, ibarat gorong-gorong. Itulah rute jalan panjang satu-satunya yang harus mereka tempuh. Melewati jalan itu, kaki pemotor tak bisa lagi leluasa menginjak step saking sempitnya jalan. Praktis kaki harus diangkat, kadang melayang kadang menapak pada sisi tanah di kiri dan kanan jalan.

Di rute ini laju motor tentu saja tak bisa digeber. Semua anggota rombongan berjibaku melawan licin dan sempitnya jalan. Melewati rute ini, tak hanya motor yang harus dipersiapkan dengan baik tapi juga butuh stamina dan mental pemotor yang mumpuni.

Setelah bersusah payah melawan lumpur, di ujung rute, motor akhirnya bisa mandi di Sungai Pagoberan yang jernih airnya. Usai menyeberang sungai dan menempuh perjalanan sekitar 7 kilometer, sekitar pukul 11.30, rombongan beristirahat guna mengecek motor dan mengganjal perut di sebuah warung yang berada tak jauh dari sungai.

Warung yang jauh dari keramaian itu sebenarnya hanya buka jika ada acara penting di Kampung Adat Gelar Alam. Warung itu seperti menjadi tempat transit bagi para petualang yang hendak menuju kampung adat.

Istirahat sejenak melepas lelah (istimewa)

 

Sekitar pukul 13.00, rombongan memulai lagi perjalanan. Dan ternyata, rute yang akan mereka tempuh dari warung tempat istirahat tadi merupakan awal sesungguhnya dari perjalanan. Rute itu tak menyisakan jalan apa pun selain lumpur yang mirip gorong-gorong.

Sesuai instruksi Gunar dan Edo, baraya membentuk kelompok kecil per enam motor dalam menjajal rute ini. Karena jalannya sempit, tidak ada pilihan untuk mundur. Kerjasama tim dan fokus saat mengendarai motor sangatlah diperlukan.

Rute sangar ini semakin mencekam saat hujan mengguyur kawasan hutan. Perjalanan pun semakin menantang. Jalan berlumpur itu semakin becek membuat laju ban motor terhambat. Di tengah guyuran hujan, perlahan para anggota Musingin melewati rute jalan.

Di perjalanan, terhitung sekitar 20 motor trail milik komunitas lain tergolek begitu saja ditinggalkan para pemiliknya. Mungkin motor terkendala persoalan teknis atau bisa jadi stamina pemotor sudah payah hingga tak mampu meneruskan perjalanan. Biasanya, para pemotor yang menyerah itu akan berjalan kaki menuju Kampung Adat Gelar Alam agar bisa menyaksikan upacara Seren Taun.

Upacara Seren Taun memang telah menjadi magnet bagi para petualang motor trail -tak hanya dari Sukabumi tapi juga dari Jawa Tengah dan Jawa Timur- untuk ikut memeriahkan acara dengan melakukan perjalanan petualangan melalui berbagai jalur menantang, salah satunya rute dari Pameungpeuk ini. Memang tidak semuanya berhasil mengatasi peliknya rute perjalanan.

Lain halnya dengan para baraya Musingin, tak satu pun motor yang mesti ditinggalkan di jalan. Hal ini karena mereka telah mempersiapkan diri dengan matang sebelum melakukan perjalanan. Terkait stamina, sekitar 48 anggota Musingin rutin mengcharge stamina dan kemampuan fisiknya dengan berlatih setidaknya dua minggu sekali di Bukit Sabak dan Parabon yang terletak di Semplak, Sukalarang.

Dan sebelum melakukan petualangan ke Gelar Alam, para baraya Musingin telah melatih kemampuannya dengan menjajal sejumlah rute menantang ke berbagai tempat di selatan Sukabumi. Di antaranya ke Pantai Minajaya, Surade, Sukanegara, Cianjur dan Cikepuh, Ujunggenteng.

Cikepuh merupakan daratan paling ujung sebelah selatan Ujunggenteng. Saat pulang dari Cikepuh, mereka mengambil rute jalur pertambangan emas PT Wilton di Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas. Dan perjalanan ke Kampung Adat Gelar Alam merupakan perjalanan “Ulin Bareng” ke delapan yang dilakukan komunitas ini.

Bagi para anggota komunitas motor trail, perjalanan menantang menuju Kampung Adat Gelar Alam dari Kampung Pameungpeuk, ibarat naik haji dalam ritual umat Muslim. Artinya hanya pemotor yang mendapatkan panggilan ruhani dan siap mental yang mampu menerobos segala halangan dan rintangan jalan di tengah hutan tersebut yang akan lulus.

Bagi mereka yang tidak siap mental, jangan harap akan mampu menaklukan ganasnya rute yang akan dilewati. Sebab yang terjadi bisa saja seperti sejumlah pemotor lain yang akhirnya harus meninggalkan motornya begitu saja di jalan.

Dalam setiap ekspedisi yang dilakukan, para anggota Musingin memiliki falsafah jika tujuan bukanlah tujuan. Artinya mereka sebenarnya tak begitu peduli dan menganggap penting sampai tidaknya ke tujuan. Bagi mereka, proses perjalananlah yang justru menjadi poin pentingnya.

“Di jalanlah kami mereguk banyak hikmah. Kami belajar tentang kekompakan, rasa saling, gotong royong dan memperkuat keharmonisan. Tujuan hanyalah bonus yang memberi kami pelajaran. Tapi sampai ke tempat yang dituju bukanlah tujuan kami yang sesungguhnya,” jelas Egi Pradianto, salah satu pentolan komunitas Musingin.

Dan usai berjibaku mengarungi jalan sempit, berkelok dan licin di belantara hutan Halimun sambil disiram guyuran hujan lebat, rombongan Musingin akhirnya sampai juga di Kampung Adat Gelar Alam sebelum adzan Subuh berkumandang. Waktu sampai ini tentu saja meleset jauh dari perkiraan mereka sebelumnya yang berhitung jika Magrib akan sudah tiba di tujuan.

Saat tiba di Gelar Alam, semua anggota rombongan sudah dalam kondisi payah tak karuan. Tak ada pilihan selain merebahkan badan dan beristirahat di rumah salah seorang warga kampung adat yang berada di bawah Imah Ageung.

Esok paginya mereka menyaksikan ritual sakral Seren Taun, yang telah dilakukan turun temurun sejak ratusan tahun lalu di Kampung Adat Gelar Alam, sebelumnya bernama Cipta Gelar. Upacara Seren Taun seolah menjadi penyempurna bagi kelulusan para anggota komunitas Musingin dalam mengarungi beratnya medan perjalanan.*

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Follow by Email